Seperti yang saya katakan kemarin di Mbah Umar Tumbu, ini dia versi Indonesianya.. semoga bermanfaat..
Gambar diatas adalah Kiai Haji
Umar Sahid. Beliau biasa dipanggil Mbah Umar Tumbu. KH Umar Sahid merupakan
salah satu Kiai sepuh yang bertempat tinggal di Dusun Jajar, Desa Donorojo,
Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Sekarang beliau telah
berusia kurang lebih 109 tahun. Beliau adalah pendiri Pondok Pesantren
Nurrohman dan Masjid Nurrohman. KH Umar Sahid dikenal dengan panggilan Umar
Tumbu karena dulu, sepulang dari mondok di Tegalsari, Mbah Umar dakwah keliling
sambil menjual tumbu. Tumbu adalah semacam tempat padi yang terbuat dari
anyaman bambu. Beliau berjalan kaki mulai dari Tegalsari sampai Dusun Jajar
Desa Donorojo. Sejak saat itulah, beliau dikenal dengan Mbah Umar Tumbu.
Meskipun sudah punya pondok pesantren, beliau tetap keliling dengan menjual
tumbunya, untuk terus menyebar manfaat kepada umat. Konon beliau temasuk santri
Mbah Dimyati Tremas, beliau biasa menggembala kambing milik Mbah Dimyati.
Selain mondok di Tremas, Mbah Umar juga mondok di beberapa pesantren.
Diantaranya adalah Pondok Tegalsari Ponorogo yang tersohor dengan sosok Kiai
Kasan Besari dan Ronggowarsito.
KH Umar Sahid juga sosok dibalik SMK Negeri 1 Donorojo. Beliau menghibahkan tanahnya seluas 600m2 dengan
5 bangunan kepada Pemerintah, guna kepentingan pendidikan di daerah Donorojo dan
sekitarnya. Masjid Nurrohman yang dibangun tidak jauh dari SMK Negeri 1
Donorojo selain untuk sarana ibadah masyarakat sekitar juga dimaksudkan agar
para siswa lebih rajin dan giat dalam beribadah utamanya shalat 5 waktu.
Diusianya
yang telah melebihi 1 abad, Mbah Umar tetap menghadiri berbagai acara yang
mengundangnya. Beliau adalah seseorang yang baik hati dan ramah.Siapapun yang
datang berkunjung kerumahnya beliau
doakan, dipersilhakan untuk makan serta jika telah memasuki waktu shalat diajak
untuk shalat berjamaah. Meskipun
beliau seringkali lupa akan nama-nama anak cucunya, akan tetapi beliau tidak
pernah lupa pada waktu shalat dan selalu tepat waktu dalam menjalankan
shalatnya, Subhanallah. Selain itu, Mbah Umar juga selalu memberikan wejangan
atau nasihat kepada siapapun kapanpun dan dimanapun dalam berbagai kesempatan.
Beberapa wejangan yang saya ingat ketika kami sekelas berkunjung kerumahnya,
sebagai berikut:
-
Aja
nyalahne wong liya (Jangan menyalahkan orang lain)
-
Aja
omben-omben (Jangan minum minuman keras)
-
Aja
nglalekake shalat (Jangan melupakan shalat)
-
Aja
pada tukaran, tetep jaga persatuan lan kesatuan (Jangan saling bermusuhan,
tetap jaga persatuan dan kesatuan)
-
Kudu
ngabekti marang wong tua (Selalu berbakti kepada orang tua)
-
Dadi
uwong sing nriman, ngalah. Aja sok nukari batur. Yen ditukari ngaliho. (Jadi
orang yang selau menerima, mengalah. Jangan memusuhi teman. Jika dimusuhi,
pergilah)
Konon, Mbah Umar sebenarnya asli orang dusun
Klepu Kiyut, desa Wareng, kecamatan Punung, kabupaten Pacitan. Beliau menikah
dengan salah seorang wanita dari dusun Jajar dan menetap di sana hingga saat
ini. Istri beliau biasa dipanggil Mbah Sireng di Klepu Kiyut. Sebelum menetap
di Jajar, Mbah Umar sering shalat didekat sungai Klepu Kiyut. Kini beliau
membangun masjid di daerah kelahirannya itu. Hal tersebut dimaksudkan agar para
warga Klepu Kiyut nantinya dapat menggunakan masjid yang telah dibangunnya itu
sebagaimana mestinya.