Ada
sedikit cerita nih, cerpen yang menunjukan metamorfosis pemikiran, dan hikmah
dibalik suatu cobaan yang diberikan Allah pada hambanya. Selamat menikmati dan
semoga bermanfaat.
Hitam Tak Selamanya Hitam
By:
DevMar
Beberapa tahun yang lalu, saat aku
masih bau kencur, aku selalu bertanya pada ibuku,
”Apa itu sholat?kenapa harus sholat?”
Tapi ibu
selalu menjawab
”Sholat itu tiangnya agama”
‘Tiang?’ Pikirku tak
mengerti
Karena
masih terlalu kecil pikiran ku belum mampu mencerna kata itu. Mungkin aku
tergolong anak yang aneh, pemalu, dan pemalas. Setiap hari aku habiskan untuk
duduk di depan TV, jarang keluar rumah karena malu bertemu orang banyak. Ibu
mengajari agama sejak dini pada ku tapi aku tidak pernah mendengarkannya. Jangankan
belajar agama, belajar membaca saja tidak mau.
Tahun berikutnya aku masuk Sekolah
Dasar ,selain itu aku juga dimasukkan Madrasah Diniyah (Madin) didaerahku usai
sekolah. Sebenarnya aku tidak mau tapi ibu terus memaksa. Mungkin ibu sudah
terlalu jengkel untuk mengajari aku di rumah. Hal yang menyebalkan ketika
sekolah adalah Belajar, dan hal yang
menyebalkan ketika di Madin adalah Tulisan
Arab. Dua hal yang aku tidak tahu apa gunanya, antara ilmu dan ibadah. Di
sekolah aku tidak punya teman, mereka seperti menjauhiku. Sehingga nenek dan
ibu bergantiaan untuk mengantar ke sekolah karena aku takut dijahili anak yang
lain.
Beberapa tahun kemudian, aku sudah
tahu apa gunanya ilmu dan ibadah, namun baru sebatas tahu, belum mengerti
sepenuhnya. Hampir setiap hari aku selalu di marahi ayah karena prestasiku di
sekolah yang buruk.
‘Bagaimana mau berprestasi? Baru buka buku sebentar
saja langsung di tutup lagi’ Pikir ku.
Jujur,
aku hanya membaca buku ketika ada PR atau akan ada ulangan saja. Untuk sholat
dan mengaji, ustadz dan Ibu selalu mengingatkan.
‘Kenapa harus sholat? Katanya kalau di tinggalkan
berdosa, tapi kakak tidak pernah sholat.’ Pikirku
bingung.
Disekolah aku sering di ejek
teman-teman, mungkin karena aku sedikit berbeda dengan mereka. Aku bertubuh
lebih subur daripada mereka. Inilah yang membuatku malas pergi sekolah.
”Belajar tidak mau, sekarang ditambah malas pergi
sekolah” Kata ayah ku.
‘Kenapa hidup ini harus ada sekolah? Setiap hari
harus belajar,belajar,dan belajar.’
‘Kenapa hidup ini harus beribadah? Katanya untuk
bekal diakhirat.’
Mungkin ini
pertanyaan-pertanyaan konyol yang tidak dipikirkan anak seusia ku.
Akhirnya aku masuk Sekolah Menengah
Pertama, dan masih dengan kebiasaan malas belajar. Hingga suatu hari terjadi
suatu peristiwa yang telah memukul telak pemikiran bodohku selama ini. Waktu
itu aku baru menginjak usia 14 tahun dan ayahku meninggal. Aku sangat-sangat
sedih karenanya. Namun, aku tahu bahwa aku harus bangkit dari keterpurukan ini.
Ada satu pesan yang ditinggalkan olehnya sebelum pergi, dan aku menjadikannya
sebagai motivasiku untuk memenuhi keinginan terakhirnya,
“Jadilah anak
yang pandai dan rajin beribadah.”
Sejak
saat itu, aku tahu apa gunanya ilmu, terbesit satu renungan yang kini kusadari,
‘Bagaimana masa depanku tanpa ilmu?
Sementara aku harus mulai hidup mandiri tanpa ayahku.”
Akupun
mulai memahami apa arti ibadah sesungguhnya, ibadah tidak hanya untuk diriku
sendiri, tapi juga untuk kedua orang tuaku yang telah merawat dan membesarkanku
hingga aku menjadi seseorang yang lebih baik dari waktu ke waktu. Seperti yang
pernah dikatakan oleh ustadz saat aku di Madin bahwa
“ ada tiga amalan yang tidak
terputus saat seeorang meninggal, yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat,
serta doa anak sholeh”
Dan aku akan
selalu mencoba memenuhi salah satu diantaranya, “doa anak sholeh” untuk ayahku
tercinta. Aku telah sadar bahwa mencari ilmu itu ibadah dan beribadah harus
berilmu.
Sekarang prestasiku disekolah
semakin membaik, aku juga sudah lulus dari Madrasah Diniyah. Dan bonusnya, aku
mengajar di madrasah itu. Bahagia rasanya bisa berbagi ilmu yang aku dapat
selama ini. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk selalu berusaha
membahagiakan orang tuaku satu-satunya yang kumiliki, Ibuku. Aku bukan aku yang
dulu, karena aku berubah menjadi seorang yang lebih baik, tidak lagi pemalu
apalagi pemalas. Seperti metamorfosis kupu-kupu, dari ulat yang menjijikkan,
berubah menjadi kupu-kupu yang indah yang senantiasa membantu penyerbukan bunga
bunga yang cantik.
0 komentar:
Posting Komentar