Selamat Datang Di Liane's Lines. Selamat Menikmati dan Semoga Bermanfaat ^_^

Jumat, 28 Oktober 2016

Hitam Tak Selamanya Hitam


Ada sedikit cerita nih, cerpen yang menunjukan metamorfosis pemikiran, dan hikmah dibalik suatu cobaan yang diberikan Allah pada hambanya. Selamat menikmati dan semoga bermanfaat.




Hitam Tak Selamanya Hitam
By: DevMar
            Beberapa tahun yang lalu, saat aku masih bau kencur, aku selalu bertanya pada ibuku,
”Apa itu sholat?kenapa harus sholat?”
Tapi ibu selalu menjawab
”Sholat itu tiangnya agama”
‘Tiang?’ Pikirku tak mengerti
Karena masih terlalu kecil pikiran ku belum mampu mencerna kata itu. Mungkin aku tergolong anak yang aneh, pemalu, dan pemalas. Setiap hari aku habiskan untuk duduk di depan TV, jarang keluar rumah karena malu bertemu orang banyak. Ibu mengajari agama sejak dini pada ku tapi aku tidak pernah mendengarkannya. Jangankan belajar agama, belajar membaca saja tidak mau.
            Tahun berikutnya aku masuk Sekolah Dasar ,selain itu aku juga dimasukkan Madrasah Diniyah (Madin) didaerahku usai sekolah. Sebenarnya aku tidak mau tapi ibu terus memaksa. Mungkin ibu sudah terlalu jengkel untuk mengajari aku di rumah. Hal yang menyebalkan ketika sekolah adalah Belajar, dan hal yang menyebalkan ketika di Madin adalah Tulisan Arab. Dua hal yang aku tidak tahu apa gunanya, antara ilmu dan ibadah. Di sekolah aku tidak punya teman, mereka seperti menjauhiku. Sehingga nenek dan ibu bergantiaan untuk mengantar ke sekolah karena aku takut dijahili anak yang lain.
            Beberapa tahun kemudian, aku sudah tahu apa gunanya ilmu dan ibadah, namun baru sebatas tahu, belum mengerti sepenuhnya. Hampir setiap hari aku selalu di marahi ayah karena prestasiku di sekolah yang buruk.
‘Bagaimana mau berprestasi? Baru buka buku sebentar saja langsung di tutup lagi’ Pikir ku.
Jujur, aku hanya membaca buku ketika ada PR atau akan ada ulangan saja. Untuk sholat dan mengaji, ustadz dan Ibu selalu mengingatkan.
‘Kenapa harus sholat? Katanya kalau di tinggalkan berdosa, tapi kakak tidak pernah sholat.’ Pikirku bingung.
            Disekolah aku sering di ejek teman-teman, mungkin karena aku sedikit berbeda dengan mereka. Aku bertubuh lebih subur daripada mereka. Inilah yang membuatku malas pergi sekolah.
”Belajar tidak mau, sekarang ditambah malas pergi sekolah” Kata ayah ku.
‘Kenapa hidup ini harus ada sekolah? Setiap hari harus belajar,belajar,dan belajar.’
‘Kenapa hidup ini harus beribadah? Katanya untuk bekal diakhirat.’
Mungkin ini pertanyaan-pertanyaan konyol yang tidak dipikirkan anak seusia ku.
            Akhirnya aku masuk Sekolah Menengah Pertama, dan masih dengan kebiasaan malas belajar. Hingga suatu hari terjadi suatu peristiwa yang telah memukul telak pemikiran bodohku selama ini. Waktu itu aku baru menginjak usia 14 tahun dan ayahku meninggal. Aku sangat-sangat sedih karenanya. Namun, aku tahu bahwa aku harus bangkit dari keterpurukan ini. Ada satu pesan yang ditinggalkan olehnya sebelum pergi, dan aku menjadikannya sebagai motivasiku untuk memenuhi keinginan terakhirnya,
“Jadilah anak yang pandai dan rajin beribadah.”
Sejak saat itu, aku tahu apa gunanya ilmu, terbesit satu renungan yang kini kusadari, ‘Bagaimana masa depanku tanpa ilmu? Sementara aku harus mulai hidup mandiri tanpa ayahku.”
Akupun mulai memahami apa arti ibadah sesungguhnya, ibadah tidak hanya untuk diriku sendiri, tapi juga untuk kedua orang tuaku yang telah merawat dan membesarkanku hingga aku menjadi seseorang yang lebih baik dari waktu ke waktu. Seperti yang pernah dikatakan oleh ustadz saat aku di Madin bahwa
“ ada tiga amalan yang tidak terputus saat seeorang meninggal, yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, serta doa anak sholeh”
Dan aku akan selalu mencoba memenuhi salah satu diantaranya, “doa anak sholeh” untuk ayahku tercinta. Aku telah sadar bahwa mencari ilmu itu ibadah dan beribadah harus berilmu.
            Sekarang prestasiku disekolah semakin membaik, aku juga sudah lulus dari Madrasah Diniyah. Dan bonusnya, aku mengajar di madrasah itu. Bahagia rasanya bisa berbagi ilmu yang aku dapat selama ini. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk selalu berusaha membahagiakan orang tuaku satu-satunya yang kumiliki, Ibuku. Aku bukan aku yang dulu, karena aku berubah menjadi seorang yang lebih baik, tidak lagi pemalu apalagi pemalas. Seperti metamorfosis kupu-kupu, dari ulat yang menjijikkan, berubah menjadi kupu-kupu yang indah yang senantiasa membantu penyerbukan bunga bunga yang cantik.

0 komentar:

Posting Komentar